Kamis, 13 November 2008

Tolak SKB 4 Menteri & UMP yang Menyengsarakan kaum Buruh

Tolak SKB 4 Menteri & UMP
yang Menyengsarakan
kaum Buruh

Pernyataan Sikap Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia

ASPEKIndonesia

Phn + 62 21 798 55 67 Fax + 62 21 790 23 27

Kenaikan UMP 10% tidak sesuai dengan Kebutuhan Hidup layak.

Ketika kita mendengar bahwa Gubernur DKI Jakarta dan Jawa Barat telah mengambil kebijakan mengenai UMP yang akan naik sekitar 10 %, sepertinya membuat kita lega, mengapa, karena angka kenaikannya lebih tinggi dari substansi dikeluarkannya SKB 4 Menteri yang tertuang dalam pasal 3 yang menegaskan bahwa kenaikan upah minimum tidak boleh lebih tinggi dari angka pertumbuhan yang diperkirakan sekitar 6 %.

Walaupun laju angka inflasi di DKI sebesar 11.31 %, tetapi berdasarkan hasil survey dari Dewan pengupahan DKI Jakarta mengenai Kebutuhan Hidup layak pekerja lajang ada kenaikan sebesar 24,52 %. Dari Rp. 1.055.275 ditahun 2007 menjadi Rp. 1.314.059.07 untuk tahun 2008. Mengenai perbedaan angka inflasi dengan angka kebutuhan hidup layak ( KHL ) dikarenakan inflasi dihitung berdasarkan pengamatan terhadap perubahan harga sebanyak 400 komoditas yang ditransaksikan, sedangkan pertumbuhan KHL perhitungannya didasarkan kepada angka rill berdasrkan 46 komponen hidup pekerja lajang dan tidak menggunakan metode rata-rata tertimbang.

Oleh Karenanya kenaikan UMP di beberapa provisnsi sekitar 10%, sangat tidak sesuai dengan kebutuhan hidup layak seorang pekerja lajang apalagi pekerja yang telah berumah tangga. Dengan angka Rp. 1.314.059 saja yang naik 24.5 % dari angka KHL 2007, seorang pekerja masih hidup dibawah kecukupan apalagi kalau hanya naik 10 %, tentunya pekerja tidak akan hidup layak apalagi hidup sejahtera.

Mengenai kondisi sebagian perusahaan yang mengalami problem keuangan, di UU 13 th 2003 sudah memberikan kelonggaran, dimana perusahaan dibolehkan melakukan penangguhan menetapkan Upah di perusahaannya dibawah UMP yang berlaku. Jadi tidak ada alasan bagi para pengusaha dan pemerintah untuk memberi dan menerapkan kebijakan upah murah kepada para pekerja-buruh.

SKB 4 Menteri batal demi Hukum

Chairul anwar, seorang anggota Komisi IX DPR RI dalam seminar pengupahan awal November lalu di gedung YTKI menegaskan bahwa SKB 4 Menteri yang di keluarkan oleh pemerintah dengan alasan krisis global dan akan menyengsarakan kaum buruh, Batal demi hukum, karena telah melangggar ketentuan dalam UU 13 tahun 2003. Dalam UU 13 th 2003 dalam pasal pasal 88 sampai dengan pasal 91 telah mengatur kebijakan penentapan upah yang harus melindungi kehidupan pekerja dan mengacu pada penghidupan yang layak, diantara bunyi pasal 88-91 UU 13 tahun 2003 antara lain :

1. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

2. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.

3. Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

4. Upah minimum diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. Upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.

5. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dilakukan penangguhan.

6. Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

7. Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud, lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk itu ASPEK Indonesia terkait SKB 4 Menteri dan Penetapan UMP 2009, menyatakan :

1. Mendesak Pemerintah lebih berpihak kepada kaum buruh dan tidak menjadikan momentum Krisis ekonomi global sebagai startegi untuk menetapkan Upah Murah.

2. Menolak SKB 4 Menteri dan mendesak pemerintah untuk mengembalikan mekanisme penetapan UMP oleh Dewan pengupahan tanpa ada tekanan dan pembatasan angka kenaikan.

3. Meminta kepada DPR RI agar memanggil dan memperingatkan Menaker terkait SKB 4 Menteri.

4. Meminta kepada seluruh Gubernur untuk menetapkaan kenaikan UMP diatas 25 % dari UMP tahun lalu.

5. Meminta kepada seluruh Gubernur dan Walikota menetapkan UMSP sebesar 15 %.

6. Meminta kepada SBY untuk menurunkan Harga BBM dengan rata-rata penurunan 25 %.

Jakarta, 13 November 2008

Komite Eksekutif Nasional ASPEK Indonesia

Muhamad Hakim .........................................Muhamad Rusdi

Presiden ......................................................Sekretaris Jenderal
0815 11149231 .............................................0819 7385 1985

Selasa, 02 September 2008

BURUH BELUM BEBAS BERSERIKAT - Karena belum sadar

Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com

http://kompas.com/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.04.16.02001770&channel=2&mn=155&idx=155

Jakarta, Kompas - Kebebasan berserikat bagi buruh dan pekerja di Indonesia masih lemah. Hal tersebut terlihat di antaranya dari jumlah serikat buruh dan pekerja di perusahaan yang minim, yaitu 5,8 persen dari total 189.000 perusahaan di Indonesia.

Demikian salah satu hasil kajian dari Lembaga Penelitian dan Pendidikan Ketenagakerjaan Indonesia (LPPKI) dan ILO Actrav Norwegia mengenai kebebasan berserikat, outsourcing, dan ketenagakerjaan muda yang dipaparkan di Jakarta, Selasa (15/4).

Berdasarkan data LPPKI, hanya sekitar 11.000 perusahaan dari 189.000 perusahaan yang telah memiliki serikat buruh dan pekerja. Sementara itu, jumlah serikat buruh atau pekerja saat ini adalah 87 serikat di tingkat pusat dan ratusan serikat di tingkat daerah.

LPPKI merupakan aliansi dari tiga konfederasi, yaitu Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI).

Koordinator kampanye KSBSI, Andy Sinaga, mengemukakan, hasil survei terhadap 144 pekerja dari 110 perusahaan di kawasan industri Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur, Juni 2007, menunjukkan bahwa sejumlah perusahaan menentang keberadaan serikat pekerja dengan melakukan intimidasi dan membentuk serikat pekerja tandingan.

Padahal, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh telah mengatur hak pekerja dan buruh untuk berserikat, serta sanksi pidana bagi pelanggarnya.

"Pelaksanaan kebebasan berserikat masih minim. Ironisnya, belum terlihat sanksi pidana terhadap pelanggaran kebebasan berserikat," kata Andy.

ENAM KASUS

Komite Kebebasan Berserikat Organisasi Buruh Internasional (ILO) Geneva mencatat, jumlah kasus pelanggaran kebebasan berserikat di Indonesia yang telah dilaporkan ke ILO hingga 2007 mencapai enam kasus.

Menurut Andy, serikat pekerja atau buruh sangat diperlukan dalam menjembatani penyelesaian konflik-konflik industrial. Namun, sebagian perusahaan masih memiliki kekhawatiran terhadap pembentukan serikat pekerja atau buruh karena dianggap akan merugikan perusahaan.

Persoalan itu diperparah dengan pengawasan terhadap ketenagakerjaan yang minim, khususnya di daerah. Dari sekitar 700 tenaga pengawas di 33 provinsi, lebih dari 50 persen pengawas ketenagakerjaan bukan berasal dari bidang kepengawasan.

Kepala Seksi Organisasi Pekerja Departemen Tenaga Kerja Agus Salim menuturkan, penempatan tenaga pengawas yang tidak sesuai bidangnya menyebabkan banyak persoalan ketenagakerjaan terabaikan. Meski demikian, tahun ini sudah ada upaya meminta komitmen gubernur dan bupati/wali kota se-Indonesia untuk melakukan revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan.

Persoalan lain yang juga menghambat tenaga kerja adalah sistem kerja kontrak (outsourcing) yang mengabaikan kepastian masa kerja dan hak-hak buruh.

MINIM KESADARAN

Ketua Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hasanuddin Rachman mengemukakan, minimnya pembentukan serikat pekerja atau buruh disebabkan masih rendahnya kesadaran dari buruh atau pekerja untuk berserikat.

Tenaga kerja, lanjut Hasanuddin, memiliki hak untuk membentuk maupun tidak membentuk serikat pekerja atau buruh. Sementara itu, dunia usaha kesulitan untuk mendorong buruh atau pekerja dalam membentuk serikat pekerja atau buruh.

Karena itu, diperlukan upaya tripartit (pemerintah, pengusaha, dan konfederasi serikat pekerja) untuk menyosialisasikan pembentukan serikat buruh atau pekerja di perusahaan.

Berkaitan dengan kontrak kerja, Hasanuddin mengatakan sistem itu telah sesuai dengan UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu kerja kontrak maksimum dua tahun dan perpanjangan maksimum satu tahun. (lkt)

----------------------------------------

Pojok Milis Forum Pembaca KOMPAS :

1.Milis FPK dibuat dan diurus oleh pembaca setia KOMPAS
2.Topik bahasan disarankan bersumber dari KOMPAS dan KOMPAS On-Line (KCM)
3.Moderator berhak mengedit/menolak E-mail sebelum diteruskan ke anggota
4.Moderator E-mail: agus.hamonangan@gmail.com agushamonangan@yahoo.co.id
5.Untuk bergabung: Forum-Pembaca-Kompas-subscribe@yahoogroups.com

KOMPAS LINTAS GENERASI

Senin, 25 Agustus 2008

MOHON DO'A, DUKUNGAN DAN PARTISIPASI dari semua dalam rangka perundingan antara MANAJEMEN TPI dengan SP Cipta KEKAR TPI dalam bentuk PKB yaitu :

yang akan mengatur hak dan kewajibannya masing-masing

  1. Mengatur hak dan kewajiban bagi Pekerja dalam Masa Percobaan (Apakah sudah benar ?
  2. Mengatur bagaimana prosedur Mutasi, Detasir dan Pindah Sementara (apakah benar sesuai prosedur ?)
  3. Mengatur bagaimana prosedur Penilaian Karya (Apakah sudah benar dan adil)
  4. Mengatur bagaimana Jenjang Grade dan Jenjang Jabatan, (apakah sudah puas dengan yang sekarang ?)
  5. Mengatur bagaimana prosedur Promosi Jenjang Kekaryaan (apakah sudah benar ?)
  6. Mengatur bagaimana Penghargaan Kerja (apakah sudah ada yang menerima ?)
  7. Mengatur bagaimana Pengembangan SDM (apakah ada Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan ?
  8. Mengatur bagaimana Jam Kerja, Perhitungan Jam Lembur (apakah sudah benar ?)
  9. Mengatur bagaimana Gaji, Tunjangan Tetap / Tunjangan Tidak Tetap, Kenaikan Gaji, Gaji Pekerja Selama Sakit, Bantuan Bagi Keluarga Pekerja Selama Sakit (apakah sudah puas ?bagaimana dengan Pendidikan, Masa Kerja, Pengalaman Kerja ? dll)
  10. Mengatur bagaimana Perjalanan Dinas dan Perjalanan Dalam Rangka Tugas Pendidikan dan Pelatihan baik dalam dan luar Negeri (apakah sudah puas ?)
  11. Mengatur bagaimana dengan Tunjangan Hari Raya dan Bonus Tahunan (apakah sudah memadai ?)
  12. Mengatur bagaimana Pengobatan, perawatan Kesehatan (apakah sudah layak ?)
  13. Mengatur bagaimana Jaminan Sosial dan Kesejahteraan Pekerja : Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan Asuransi Kecelakaan diluar Jam Kerja (apakah sudah layak ? )
  14. Mengatur bagaimana Keselamatan dan Kesehatan Pekerja (apakah ada Asuransi Jiwa untuk Reporter dan Kameraman serta pemanjat Pemancar)
  15. Mengatur bagaimana Sanksi di keluarkan (apakah secara obyektif dan adil ?)
  16. Mengatur bagaimana PHK (apakah sudah adil ?dan apa hak dan kewajibannya ?)


PENGIN TAHU PKB klik PKB



Minggu, 01 Juni 2008

PERTANYAAN YANG SERING DIPERTANYAKAN

Apasih SP (Serikat Pekerja) itu ? Serikat Pekerja adalah organisasi yang dibentuk oleh, dari dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Siapa saja anggotanya ? Adalah Pekerja yang tidak termasuk ke dalam jajaran Management yang atas kemauannya sendiri masuk serta diterima menjadi anggota Serikat Pekerja. Keanggotaannya ini akan gugur dengan sendirinya apabila Pekerja yang bersangkutan menyatakan keluar atau dikeluarkan dari keanggotaan Serikat Pekerja atau mengalami pemutusan hubungan kerja dengan Perusahaan.

Apa keuntungannya menjadi anggota SP ?
Banyak sekali keuntungannya dan manfaatnya, misalnya SP akan membantu dalam hal keluh kesah Pekerja yang dikarenakan ketidakadilan, diskriminasi atau sebagainya yang membuat bekerja tidak nyaman.

Apakah boleh gak jadi anggota SP ?
Boleh aja, asal kalau ada apa apa dengan perusahaan jangan minta tolong SP ya...

Ketentuan SP, apa berlaku untuk yang bukan anggota SP ?
Semua ketentuan SP, untuk Anggota dan juga untuk yang bukan anggota SP

Apakah ada sanksi bagi yang ikut menjadi anggota SP ?
Tidak ada sangsi sama sekali, bahkan dengan jumlah 20 orang pekerja sudah dapat untuk mendirikan SP. Dan ada UU yang menyatakan siapa yang menghalang-halangi untuk menjadi anggota SP akan dikenakan sanksi

Manager boleh gak jadi Anggota SP ?
Boleh hanya sebatas anggota dan bukan pengurus SP.

Apa itu PKB ?
PKB Adalah Perjanjian Kerja Bersama yang telah disepakai oleh kedua belah pihak antara Pengusaha dengan Pekerja, dan disaksikan oleh MENTERI TENAGA KERJA terutama yang menyangkut kesejahteraan dan kelayakan hidup bagi Pekerja. Misalnya mengatur tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak

SEKARANG SP LAGI NGAPAIN ?
Lagi membuat Rancangan PKB yaitu Perjanjian Kerja Bersama antara TPI dan SP



Senin, 28 Januari 2008

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

TENTANG
SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

    1. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan hak setiap warga negara;

    2. bahwa dalam rangka mewujudkan kemerdekaan berserikat pekerja,/buruh berhak membentuk dan mengembangkan serikat pekerja/serikat buruh yang bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab;

    3. bahwa serikat pekerja/serikat buruh merupakan syarat untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan;

    4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, c perlu ditetapkan undang-undang tetang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh;

Mengingat :

    1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (2), pasal 27, dan pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Pertama Tahun 1999;

    2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional Nomor 98 mengenai Berlakunya Dasar-Dasar daripadanya Hak Untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1050) ;

    3. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);


Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

  1. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

  2. Serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di beberapa perusahaan.

  3. Serikat pekerja/serikat buruh diluar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh pekerja/buruh yang bekerja diluar perusahaan.

  4. Federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan serikat pekerja/serikat buruh.

  5. Konferensi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan federasi serikat pekerja/serikat buruh.

  6. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk yang lain.

  7. Pengusaha adalah :

    1. orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan perusahaan milik sendiri;

    2. orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

    3. orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia.

  8. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan memberi upah atau imbalan dalam bentuk yang lain.

  9. Perselisihan antar serikat pekerja/antar serikat buruh, federasi dan konferensi serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konferensi serikat pekerja/serikat buruh, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konferensi serikat pekerja/serikat buruh lain, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan serta pelaksanaan hak dan kewajiban keserikat pekerja.

  10. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN

Pasal 2

  1. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh menerima Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-undang Dasarf 1945 sebagai Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  2. Serikat pekerja atau serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 3

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.

Pasal 4

  1. Serikat Pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.

  2. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi :

    1. sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial;

    2. sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaha kerja sama dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;

    3. sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraaturan perundang-undangan yang berlaku;

    4. sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya;

    5. sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

    6. sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham dalam perusahaan.

BAB III PEMBENTUKAN

Pasal 5

  1. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

  2. Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh.

Pasal 6

  1. Serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota federasi serikat pekerja/serikat buruh.

  2. Federasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 7

  1. Federasi serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.

  2. Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) federasi serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 8

Penjenjangan organisasi serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh diatur dalam anggaran dasar dan /atau anggaran rumah tangganya.

Pasal 9

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah, partai politik, dan pihak manapun.

Pasal 10

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjaan, atau bentuk lain sesuai dengan kehendak pekerja/buruh.

Pasal 11

  1. Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

  2. Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya harus memuat :

    1. nama dan lambang;
    2. dasar negara, asas, dan tujuan;
    3. tanggal pendirian;
    4. Tempat kedudukan;
    5. keanggotaan dan kepengurusan;
    6. sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan
    7. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

BAB IV KEANGGOTAAN

Pasal 12

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku bangsa, dan jenis kelamin.

Pasal 13

Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya.

Pasal 14

  1. Seorang pekerja /buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh disatu perusahaan.

  2. Dalam hal seorang pekerja/buruh dalam satu perusahaan ternyata tercatat pada lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang bersangkutan harus menyatakan secara tertulis satu serikat pekerja/serikat buruh yang dipilihnya.

Pasal 15

Pekerja/buruh yang menduduki jabatan tertentu di dalam satu perusahaan dan jabatan itu menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak pengusaha dan pekerja/buruh, tidak boleh menjadi pengurus serikat pekerja/serikat buruh diperusahaan yang bersangkutan.

Pasal 16

  1. Setiap serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu federasi serikat pekerja/serikat buruh.

  2. Setiap federasi serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 17

  1. Pekerja/buruh dapat berhenti menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh dengan pernyataan tertulis.

  2. Pekerja/buruh dapat diberhentikan dari serikat pekerja/serikat buruh sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

  3. Pekerja/buruh, baik sebagai pengurus maupun sebagai anggota serikat pekerja/serikat buruh yang berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tetap bertanggung jawab atas kewajiban yang belum dipenuhinya terhadap serikat pekerja/serikat buruh.

BAB V PEMBERITAHUAN DAN PENCATATAN

Pasal 18

  1. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat.

  2. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dilampiri :
    1. daftar nama anggota pembentuk;
    2. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
    3. susunan dan nama pengurus.

Pasal 19

Nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang akan diberitahukan tidak boleh sama dengan nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat terlebih dahulu.

Pasal 20

  1. Instansi pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1), wajib mencatat dan memberikan nomor bukti pencatatan terhadap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7, ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan.

  2. Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat menangguhkan pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan dalam hal serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 ayat (2), dan Pasal 19.

  3. Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dan alasan-alasannya diberitahukan secara tertulis kepada serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan.

Pasal 21

Dalam hal perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga, pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh memberitahukan kepada instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga tersebut.

Pasal 22

  1. Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), harus mencatat serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 ayat (2), dan Pasal 19 dalam buku pencatatan dan memeliharanya dengan baik.

  2. Buku pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dapat dilihat setiap saat dan terbuka untuk umum.

Pasal 23


Pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan harus memberitahukan secara tertulis keberadaannya kepada mitra kerjanya sesuai dengan tingkatannya.


Pasal 24

Ketentuan mengenai tata cara pencatatan diatur lebih lanjut dengan keputusan menteri.


BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 25

  1. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak :
    1. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
    2. mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial;
    3. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan;
    4. membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh;
    5. melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  2. Pelaksanaan hak-hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 26

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dapat berafiliasi dan/atau bekerja sama dengan serikat pekerja/serikat buruh internasional dan/atau organisasi internasional lainnya dengan ketentuan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 27

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berkewajiban :

  1. melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya;

  2. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya;

  3. mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

Kamis, 24 Januari 2008

BAB VII PERLINDUNGAN HAK BERORGANISASI

Pasal 28

Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara :

  1. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
  2. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
  3. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun ;
  4. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 29

  1. Pengusaha harus memberikan kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota serikat pekerja/serikat buruh untuk menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dalam jam kerja yang disepakati oleh kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam perjanjian kerja bersama.

  2. Dalam kesepakatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama dalam ayat (1) harus diatur mengenai:

    1. jenis kegiatan yang diberikan kesempatan;
    2. tata cara pemberian kesempatan;
    3. pemberian kesempatan yang mendapat upah dan yang tidak mendapat upah

BAB VIII KEUANGAN DAN HARTA KEKAYAAN

Pasal 30

Keuangan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bersumber dari :

  1. iuran anggota yang besarnya ditetapkan dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga;
  2. hasil usaha yang sah; dan
  3. bantuan anggota atau pihak lain yang tidak mengikat.

Pasal 31

  1. Dalam hal bantuan pihak lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c, berasal dari luar negeri, pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  2. Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan anggota.

Pasal 32

Keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus terpisah dari keuangan dan harta kekayaan pribadi pengurus dan anggotanya.

Pasal 33

Permintaan atau pengalihan keuangan dan harta kekayaan kepada pihak lain serta investasi dana dan usaha lain yang sah hanya dapat dilakukan menurut anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

Pasal 34

  1. Pengurus bertanggung jawab dalam penggunaan dan pengelolaan keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.

  2. Pengurus wajib membuat pembukuan keuangan dan harta kekayaan serta melaporkan secara berkala kepada anggotanya menurut anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.


BAB IX PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Pasal 35

Setiap perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh diselesaikan secara musyawarah oleh serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

Pasal 36

Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tidak mencapai kesepakatan, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


BAB X PEMBUBARAN

Pasal 37

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bubar dalam hal :

  1. dinyatakan oleh anggotanya menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;

  2. perusahaan tutup atau menghentikan kegiatannya untuk selama-lamanya yang mengakibatkan putusnya hubungan kerja bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan setelah seluruh kewajiban pengusaha terhadap pekerja/buruh diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;

  3. dinyatakan dengan putusan Pengadilan.

Pasal 38

  1. Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c dapat membubarkan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dalam hal:
    1. serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai asas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945;

    2. pengurus dan/atau anggota atas nama serikat pekerja/serikat buruh terbukti melakukan kejahatan terhadap keamanan negara dan dijatuhi pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
  2. Dalam hal putusan yang dijatuhkan kepada para pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, lama hukumnya tidak sama, maka sebagai dasar gugatan pembubaran serikat pekerja/sserikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh digunakan putusan yang memenuhi syarat.

  3. Gugatan pembubaran serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diajukan oleh instansi pemerintah kepada pengadilan tempat serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan berkedudukan.


Pasal 39

  1. Bubarnya serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh tidak melepaskan para pengurus dari tanggung jawab dan kewajibannya, baik terhadap anggota maupun pihak lain.

  2. Pengurus dan/atau anggota serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang terbukti bersalah menurut keputusan pengadilan yang menyebabkan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibubarkan, tidak boleh membentuk dan menjadi pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh lain selama 3 (tiga) tahun sejak putusan pengadilan mengenai pembubaran serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh telah mempunyai kekuatan hukum tetap.


BAB XI PENGAWASAN DAN PENYIDIKAN

Pasal 40

Untuk menjamin hak pekerja/buruh berorganisasi dan hak serikat pekerja/serikat buruh melaksanakan kegiatannnya, pegawai pengawas ketenagakerjaan melakukan pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 41

Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagekerjaan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan penyidikan tindak pidana.

BAB XII SANKSI

Pasal 42

  1. Pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 21 atau Pasal 31 dapat dikenakan sanksi administratif pencabutan nomor bukti pencatatan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.

  2. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang dicabut nomor bukti pencatatan kehilangan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a, b, dan c sampai dengan waktu serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 21 atau Pasal 31.


Pasal 43

  1. Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

  2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.


BAB XIII KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 44

  1. Pegawai negeri sipil mempunyai hak dan kebebasan untuk berserikat.

  2. Hak dan kebebasan berserikat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pelaksanaannya diatur dengan undang-undang tersendiri.

BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 45

  1. Pada saat diundangkannya undang-undang ini serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan yang baru sesuai dengan ketentuan undang-undang ini selambat-lambatnya 1 (satu) tahun terhitung sejak mulai berlakunya undang-undang ini.

  2. Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak undang-undang ini mulai berlaku, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang tidak menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dianggap tidak mempunyai nomor bukti pencatatan.

Pasal 46

Pemberitahuan pembentukan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah diajukan, tetapi pemberitahuan tersebut belum selesai diproses saat undang-undang ini mulai berlaku, harus diproses menurut ketentuan undang-undang ini.

BAB XV PENUTUP

Pasal 47

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penetapannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
pada tanggal 4 Agustus 2000

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ABDURRAHMAN WAHID







Diundangkan di jakarta
pada tanggal 4 Agustus 2000

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,


ttd



DJOHAN EFFENDI





LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 131